Download Album Discography Rotor

14 Agustus 2009


History
( sejarah Rotor memang Berhubungan Erat dengan Band Sucker Head )
Metalhead mana di Indonesia ini yang tak kenal Rotor ? Berangkat dari sempalan grup Sucker Head di awal decade 90-an, band trhash metal local yang pertama kali rekaman ini makin meroket namanya setelah sukses menjadi supporting act konser supergrup Metallica selama dua hari berturut-turut di stadion Lebak Bulus, Jakarta. Rotor sempat lama mengadu nasib di negeri Paman Sam, namun frustasi ketika tahu mesti bersaing dengan 40.000 band metal serupa yag juga tengah berburu kontrak rekaman di sana.

Selama delapan tahun karier musiknya, Rotor menelorkan empat album di tiga major label berbeda : AIRO, Hemagita dan Warner Music Indonesia. Sebelum resmi bubar, basis Rotor (Judapran) tutup usia karena drugs. Belakangan, mantan vokalis mereka (Jodie, vokalis Getah) yang kharismatik juga meninggal dunia. Tersisa kini tinggal sang pendiri sekaligus gitaris Rotor, M. Irvan Sembiring, yang telah menggantungkan gitar untuk selamanya dan menekuni lembaran hidupnya yang baru sebagai seorang pendakwah! “kalaupun ada yang berani modalin, Rotor nggak bakal reuni sampai kapan pun juga” tegas Irvan.

Sejarah berdirinya Rotor memang nggak bisa dilepaskan dari nama besar Sucker Head. Band thrash metal pionir yang dibentuk akhir era 80-an tersbut awalnya memang rumah bagi gitaris Irvan Sembiring. Diakhir tahun 1990 setelah konser di Kresikars (pentas seni SMA 82) ia hengkang dari Sucker Head untuk membentuk Rotor bersama Seto (gitar), Didik (bas) dan Bakkar Bufthaim (dram). Didik dan Bakkar sebelumnya merupakan personel One Feel Band yang juga merupakan nama sebuah studio ngetop di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan. Menurut Irvan yang ngasih nama Rotor waktu itu adalah Seto. “Biar kesannya musik Rotor itu cepat kayak baling-baling pesawat”.

Hengkangnya Irvan dari Sucker Head sempat menjadi buah bibir di kalangan anak metal (catat : istilah underground dulu belum popular) ibukota saat itu. Namun ia menyanggah kalau dirinya cabut karena terlibat friksi dengan personel yang lain “Gue cabut dari Sucker Head karena pingin menggeber musik metal yang lebih ngebut dan ekstrem, sementara Nano (gitaris kedua Sucker Head) cendrung terpengaruh Iron Maiden, lebih heavy metal”. Ujar cowok kelahiran Surabaya, 2 maret 1970 ini buka kartu.

Walau dibentuk di Jakarta namun panggung debut Rotor justru terjadi di Taman Topi, Bogor, dalam pergelaran rock yang digeber oleh sebuah radio swasta disana, kuartet thrasher ini menggung bareng sejawat metal di Jakarta, diantaranya Atomic dan Allen Scream. Kala itu mereka masih mengusung repertoar milik Sepultura. “Sepultura-nya di album Schizophrenia”, kenang Irvan. Tepat setelah manggung pertama, dua orang personel Rotor mengundurkan diri dari band. Seto masuk menjadi gitaris Sucker Head dan Didik bergabung menjadi bas Roxx. “Seto Cuma sempat lima kali manggung bareng Sucker Head untuk menjadi band pembuka konser Slank, setelah itu dia cabut juga disana.”

Sampai sini, Rotor yang tinggal dihuni dua personel itu kemudian untuk yang kedua kalinya manggung di kampus “Metal” milik pujanggawan Sutan Takdir Alisjahbana yang terletak di bilangan Pejaten; Universitas Nasional. “Ketua panitia acaranya saat itu si Ucok Batara (mantan vokalis Edane)”. Sayang, Irvan lupa siapa yang bermain bas di Rotor pada waktu itu. Pertama ia bilang Judapran (mantan basis band epigon GN’R, Razzle) namun kemudian segera diralatnya “Kalo nggak salah pemain basnya Ucok ‘Ngantuk’. Tapi dia nggak tahu lagunya Rotor, Cuma asal main saja. Pokonya panteng di kord E terus, pasti masuk. Thrash metalkan kebanyakan kordnya disitu aja.

Uniknya, ketika hal ini dikonfirmasi langsung kepada Ucok ‘Ngantuk’ keesokan harinya, gitaris yang sekarang bermain di Brain The Machine ini membantah “Gue memang pernah ikut audisi sebagai basis Rotor. Itu juga di studio, bareng kandidat lain, tapi nggak pernah manggung dengan Rotor.”

Singkat kata, setelah Juparan resmi bergabung dengan rotor, trio ini lantas menggarap demo tape dengan system rekaman live si studio One Feel. Jangan bayangkan demonya keren kayak zaman sekarang. Demo tape Rotor itu masih tradisional banget “Cuma dua track, left-right, isinya gitar dan dram doing, nggak ada vocalnya.” Bermodalkan kaset demo “primitife” itulah Irvan nekad menawarkan konsep musik mereka ke label-label rekaman besar yang ada di ibukota dan ternyata… gagal !! Nggak satupun label tertarik untuk mengontrak band dengan musik se-ekstrem Rotor pada waktu itu.

Kredo bagi anak metal adalah pantang frustasi! Semboyan ini amat dipercaya oleh Irvan yang memang ia akui sendiri punya watak keras dan ambisius. Tak lama setelah “penolakan-penolakan” tadi, Irvan yang supel ini bertemu dengan Pay Siburian (waktu itu masih gitaris Slank) dan vokalis rock (almarhum) Andy Liani. Pergaulannya dengan para rock star local itu tentu dengan harapan bias mengenjot nama Rotor ke level selanjutnya ”waktu itu anak-anak lain kayak Armand maulana, Thomas, Baron(Gigi), Anang dan Kidnap Katrina masih ‘gembel. Yang udah jadi superstar suma Slank doang. Anang sendiri dulu belum pacaran sama Krisdayanti, baru didemenin aja.” Kenang Irvan sembali tersenyum.

Proses bergaulnya Irvan dengan rocker-rocker old skool ibukota tadi cukup gila-gilaan. Ia mengatakan, “zaman dulu kalau udah nongkrong, bisa dua minggu lamanya gue baru pulang kerumah. Bawa gitar dan ampli kecil gue hidup nomaden dari satu studio kestudio lainnya. Ngikutin Pay sama anak-anak aja, misalnya hari ini garap Anggun (C. Sasmi) dan Anang di Studio Triple-M, besoknya Ita Purnamasari di studio JK di Pluit, gitu terus.”

Berkat jasa Pay, di awal 1992 Irvan ditemani Andy Liani lantas bertemu Seno Adjie, bos label rekaman AIRO. Di depan adik kandung maesenas Setiawan Djody itu, Irvan cuek saja menyetel demo tape primitif tadi. Seketika juga Seno binggung pas tahu demo tape itu masih instrument dan nggak ada vocalnya. “Gimana mau nilainya, nih?” kata Irvan menirukan ucapan Seno. “Ya udah (kasetnya) di rewind aja,” balas Irvan enteng. Walhasil , begitu tape dimainkan dan musik berkumandang, “bernyanyilah” Irvan secara live di depan calon produser Rotor tersebut. “Gue teriak-teriak kayak orang gila di dalam ruangan dia. Mas Seno Cuma benggong dan geleng-geleng kepala, sementara Ali Akbar dan Andy Liani pada ketawa-tawa.” Kenang Irvan bangga.

Kebetulan, nggak lama kemudian Setiawan Djody mengundang band thrash metal Brasil, Sepultura untuk menggelar konser di Jakarta dan Surabaya. Mendengar pahlawan metal pujaannya bakal datang, Irvan langsung saja menyatroni raja tanker itu di kantornya untuk mendaftarkan Rotor sebagai supporting act Sepultura, menurut Djody, Irvan CS kalah cepat dengan Eet Syaranie dan Ecky Lamoah dari Edane, “Kalau kamu datangnya sebulan yang lalu aja, pasti bisa. Tapi sekarang kita udah teken kontrak sama Edane,” tukas Irvan menirukan ucapan Djody.

Sukses membuka konser Metallica di stadion Lebak Bulus, Rotor keesokan harinya diundang untuk ikut dalam farewell party yang diselenggarakan di Hard Rock CafĂ© Jakarta. Sempat terjadi “insiden” kecil antara Irvan dengan Kirk Hammet waktu itu. Ceritanya begini, ketika nongkrong di satu meja, gitaris Metallica yang berambut kriwil iru menawarkan makanan kepada Irva. Dasar orang melayu, Irvan menolak dengan haluis tawaran Hammet tesebut. Melihat tawarannya ditolak, kontan saja Hammet marah dan meninggalkan meja makan. “Dia salah interprestasi. Kebiasaan orang Indonesia kan kalo ditawarin sesuatu pasti nggak langsung diterima, rada sungkan gitu, belakangan baru deh disabet hehehehe…,” kata Irvan terkekeh.

Babak baru perjalanan sebuah band thrash metal local bernama ROTOR dilanjutkan dengan hijrahnya Irva, Jodie dan Judha ke Los Angeles, Amrik. Di Kota yang terkenal ke seluruh dunia sebagai salah satu episentrum industri musik rock dunia mereka coba mengadu nasib dengan harapan bisa mengikuti jejak Sepultura, band Brasil yang sukses menembus Amrik. Saat itu tinggal Reeve saja yang masih stay di Indonesia “Dia baru belakangan nyusul kita ke Amrik.” Reeve ternyata nggak nyangka kalo orang Indonesia itu ramah-ramah, apalagi cewek-ceweknya. Selama besar di Amrik dia kan selalu berhadapan dengan bule-bule yang angkuh.

Dramer Rotor itu sebenarnya sempat mampir ke Los Angeles menemui personel yang lain, namun ia cuma bertahan dua hari saja dan setelah itu malah kembali ke tanah air. Menurut Irvan, itulah pertemuannya yang terakhir dengan Reeve karena setelah itu ia mengaku nggak pernah bertemu apalagi melakukan kontak dengan Reeve. Akhirnya Irvan kemudian mengambil kesepakatan bersama para personel yang lain untuk mencari pengganti Reeve. Episode selanjutnya, bertemulah Rotor dengan Rudy Soedjarwo, seorang musisi serba bisa yang juga anak mantan Kapolri yang tengah kuliah bisnis manajemen di sebuah perguruan tinggi di sana. Rudy yang kini ngetop menjadi sutradara film “Ada Apa Dengan Cinta” inilah yang kemudian menjadi Dramer Rotor.

Irvan mengakui bahwa hidup sebagai seorang musisi pendatang di Amrik adalah sebuah tantangan yang amat berat. Menurut suami Indah (mantan gitaris band metal cewek Joystick) orang Amrik itu tergolong super cuek “Mereka nggak perduli ada yang salah dengan cara ngebandnya,” ujar Irvan seraya menambahkan bahwa mencari popularitas bagi band di Indonesia jauh lebih mudah dibandingkan di luar negeri. “Pesaingnya ketat banget di sana. Bayangin aja, band metal yang punya musik sama dengan Rotor dan lagi mencari kontrak rekaman jumlahnya ada 40.000-an band waktu itu.”

Ketika berada di Amrik, Rotor juga hanya beberapa kali saja manggung di sana dan itu pun masih di lingkungan komunitas orang Indonesia juga. “Nggak gampang mendapat job manggung kalo band nggak punya agency di Amrik,” ujar Irvan menceritakan pengalamanya. Melihat kondisi yang nggak begitu bersahabat dengan musisi pendatang ini Irvan mengaku tetap mencoba bertahan demi memujudkan impiannya bisa membus Amerika!.

Agar bisa bertahan hidup dalam jangka panjang di Amrik, Irvan mengaku tergolong paling hemat diantara personel2x yang lain. “anak-anak yang lain sering banget keluyuran dari satu pub malam ke pub malam yang lain, termasuk nongkrong di pub Rainbow yang sering didatengin artis-artis bokep kayak Joe Rivera, Ron Jeremy sampai Savannah,” seru Irvan seraya menambahkan kalau dirinya lebih memilih untuk membuat lagu baru di studio milik Rudy dibandingkan nongkrong2x di Pub yang banyak mengeluarkan biaya.

Selain rajin mengirim 200 promo tape album Behind The 8th ke berbagai label rakaman-label rekaman yang ada di Amrik, Irvan juga intensif mamantau perkembangan musik di sana dari berbagai majalah-majalah musik atau jika ada waktu lengang meluangkan waktu menonton konser band-band metal local di pub.

Ia menambahkan bahwa sebenarnya ada 3 label rekaman independent di sana yang tertarik untuk merilis ulang album debut Rotor tersebut. “Kesalahan kita justru karena portfolio mencantumkan pernah membuka Metallica berarti kita sudah dikontak oleh label besar di Indonesia,” ujarnya rada menyesali.

“Mereka bersedia mengontrak kita asal ada surat keterangan dari AIRO bahwa label mereka hanya beroperasi di Terotori Indonesia saja dan bukan seluruh dunia. Sayangnya, pas kita kontak ke tanah air, pihak, AIRO terkesan nggak suportif merespon hal ini. “walhasil, amblaslah impian Rotor untuk bias teken kontrak dengan label rekaman Amrik.

“Sebenarnya Cuma ada kemungkinan yang bakal terjadi untuk musisi pendatang yang pengen mengadu nasib di Amrik. Semakin terpacu semangatnya atau malah frustasi karena melihat begitu ketatnya persaingan disana, “koar Irvan lagi. Sayangnya, justru hal yang kedua lah yang terjadi pada Rotor.

Menepisnya kondisi keuangan dan mental yang telah patah arang membuat masing-masing personel Rotor kemudian membanting stir untuk bias bertahan hidup di negeri orang dengan cara mereka masing-masing. “Jodie pergi ke San Fracisco sementara Judha berangkat ke Alabama untuk bekerja di pabrik pengolahan ayam. Gue sendiri saja yang masih bertahan di Los Angeles"

Rotor kembali ke tanah air dengan tangan hampa. Jodie memutuskan cabut dari Rotor dan membentuk band baru, Getah. Rotor sempat merilis tiga buah album dengan arah musik yang berbeda, sebelum akhirnya pemain bas mereka, Judhapran, meninggal dunia karena ketergantungan obat bisu…….???????????

Download Album Discografy Rotor
( Sorry beberapa Link-nya disini bakalan Bikin elo sebel karena Ga segampang di Mediafire atau share Hosting Laennya he he he, but enjoy aja yee :)

Album Rotor - Behind The 8th Ball 1992
Album Rotor - Eleven Keys 1995
Album Rotor - New Blood 1997
Album Rotor - Menang 1998

0 komentar: